Kamis, 22 Januari 2015

Akhir Peseteruan KPK dan POLRI



Konflik KPK-Polri Untungkan Koruptor


Konflik KPK-Polri Untungkan Koruptor
Perseteruan antara KPK dengan Polri dinilai menguntungkan koruptor. Langkah mempertemukan kedua pimpinan lembaga dalam satu forum diperlukan untuk menemukan jalan keluar terhadap perseteruan yang tak kunjung selesai. Demikian disampaikan ketua Komisi Hukum DPR, Gede Pasek Suardika, Senin (8/10).

“Kita perlu instropeksi karena kalau ini tetap terjadi yang diuntungkan adalah Koruptor,” ujarnya.

Pasek menyayangkan tindakan Polri yang menggeruduk kantor KPK pada akhir pekan lalu. Menurutnya, secara etis dan taktis tindakan tersebut kurang baik. Pasalnya, Novel Baswedan sedang menjalankan tugas sebagai penyidik dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) yang melibatkan jenderal polisi bintang dua, Djoko Susilo. Namun secara yuridis, ia berpedapat pidana umum yang diduga dilakukan oleh Novel Baswedan menjadi ranah kepolisian untuk diproses hingga berujung ke meja hijau.

Tak bisa dipungkiri, tindakan beberapa anggota Polri itu berdampak terhadap rusaknya hubungan antara kedua lembaga yang sedang dijalin. Apalagi, Polri dan KPK sempat memiliki pengalaman yang serupa dalam kasus ‘cicak vs buaya’ beberapa tahun silam.

Atas dasar itu, beberapa pekan lalu, Komisi Hukum DPR mengundang ketiga lembaga yakni KPK, Polri dan Kejaksaan duduk bersama untuk membangun pola koordinasi dalam pemberantasan korupsi. Sayangnya, pertemuan itu tidak maksimal. “Jilid II (pertemuan, red) diujicobakan, tapi tidak bisa ketemu, akhirnya keburu meledak seperti ini. Sangat disesalkan,” ujar politisi Partai Demokrat itu.

Anggota Komisi Hukum Adang Daradjatun berpendapat, perselisihan antara KPK-Polri semestinya dapat selesai dengan catatan adanya sikap kenegarawanan dari pimpinan kedua lembaga tersebut. Dia menilai kasus yang sedang ditangani KPK yang melibatkan anggota Polri terkait penyidikan merupakan mekanisme di antara kedua lembaga penegak hukum tersebut.

“Harus ada sikap kenegarawanan di antara kedua pimpinan lembaga negara untuk menyelesaikan masalah ini,” ujarnya.

Politisi PKS ini berpandangan dalam menyelesaikan perselisihan terkait penyidikan kasus simulator SIM, kedua lembaga mesti melepaskan ego masing-masing. Sebab, korban dari persoalan tersebut adalah masyarakat luas. Penanganan kasus lain juga terhambat, sehingga pihak yang diuntungkan dari perseteruan kedua lembaga itu adalah koruptor.

“Menurut saya Kapolri dan pimpinan KPK harus dapat menyelesaikan masalah ini dengan baik,” kata mantan Wakapolri ini.

Peran Presiden

Peran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menyelesaikan perselisihan KPK-Polri sangat diperlukan. Apalagi, SBY dalam berbagai kesempatan pernah menyatakan sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Sikap SBY yang terkesan lamban membuat ketidaknyamanan masyarakat akibat memuncaknya konflik di dalam negeri.

“Karena itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus segera mengambil inisiatif menyelesaikan persoalan KPK versus Polri agar segala sesuatunya terkendali,” ujar anggota Komisi Hukum, Bambang Soesatyo.

Menurutnya, KPK dan Polri dinilai gagal menemukan jalan keluar dalam penyelesaian perselisihan kedua lembaga. Oleh karena itu, ia berpedapat SBY tidak lagi hanya menunggu, tetapi segera mengambil sikap tegas agar masalah ini tidak berlarut-larut dan merugikan semuapihak.

“Akan muncul anggapan bahwa presiden yang belakangan ini sering bepergian ke luar negeri itu tidak peduli dengan ragam persoalan yang terus bermunculan di dalam negeri,” kata politisi Partai Golkar itu.

Senada dengan Bambang, anggota Badan Legislasi, Indra, mendesak agar SBY selaku kepala pemerintahan turun tangan untuk menengahi konflik KPK-Polri. Sebab, peran SBY sebagai presiden sangat diperlukan untuk mengambil sikap agar perseteruan kedua lembaga cepat rampung.

“Saya mendesak presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara untuk turun tangan menengahi polemik antara KPK dan Polri. Jangan biarkan kedua lembaga penegak hukum ini saling menjatuhkan dan bersaing tidak sehat,” katanya.

Namun, Pasek punya pandangan lain. Menurutnya, dalam konteks hukum, presiden tak diperbolehkan turun tangan. Pasalnya, kata Pasek, hal itu telah diatur dalam KUHAP. Namun, sepanjang kedua lembaga tidak mampu berkoordinai dengan baik, presiden diperbolehkan membantu agar koordinasi berjalan baik.

“Tapi dalam membantu koordinasi, kalau pimpinan dua lembaga ini tidak mampu, yang bantu koordinasi ya kepala negara sebagai kepala pemerintahan. Karena KPK bukan di bawah kepala pemerintah. Dia sifatnya independen,” pungkasnya.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5072a0ad48dd0/konflik-kpk-polri-untungkan-koruptor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar